Rabu, 14 November 2018
Selasa, 14 Oktober 2014
KERJASAMA ANTAR DAERAH
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 195 dan pasal 196 dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penyediaan pelayanan publik, daerah dapat mengembangkan kerja sama dengan daerah lain atau kerja sama dengan pihak ketiga dan kerja sama luar negeri yang dilandasi dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan yang dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama para pihak.
Disamping hal tersebut merupakan pelaksanaan urusan pemerintahan yang mempunyai dampak lintas daerah untuk menciptakan efisiensi pengelolaan pelayanan publik secara bersama dengan daerah lain untuk kepentingan masyarakat agar pelayanan publik dapat berjalan optimal maka dibutuhkan kerja sama daerah dengan berasaskan dan dalam mengembangkan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Adapun asas-asas dalam kerja sama daerah itu meliputi:
1. Para Pihak harus mempertimbangkan nilai etika dan moral yang ada dalam kehidupan
masyarakat,sehingga kerja sama yang dilakukan maupun akibat
kerja sama tidak bertentangan
dengan norma-norma yang ada.
2. Harus mempertimbangkan nilai efisiensi yaitu bagaimana menekan biaya guna memperoleh suatu
hasil tertentu, atau bagaimana menggunakan biaya yang
sama tetapi dapat mencapai hasil yang
maskimal.
3. Mempertimbangkan nilai efektivitas, yaitu mendorong pemanfaatan sumber daya secara optimal
dan bertanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat.
4. Sinergi merupakan upaya untuk terwujudnya harmoni antara pemerintah, masyarakat dan swasta
untuk melakukan kerja sama demi terwujudnya
kesejahteraan masyarakat.
5. Saling menguntungkan dengan pelaksanaan kerja sama harus dapat memberikan keuntungan bagi
masing-masing pihak dan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat.
6. Kesepakatan bersama adalah persetujuan para pihak untuk melakukan kerja sama.
7. Itikad baik adalah kemauan para pihak untuk secara sungguh-sungguh melaksanakan kerja sama.
8. Mengutamakan kepentingan nasional keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah seluruh pelaksanaan kerja sama daerah harus dapat
memberikan dampak positif terhadap
upaya mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan masyarakat dan memperkokoh Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
9. Persamaan kedudukan bahwa persamaan dalam kesederajatan dan kedudukan hukum bagi para
pihak yang melakukan kerja sama daerah
Program dan kegiatan yang akan dikerjasamakan harus fokus, efisien dan efektif tidak perlu terlalu banyak, yang penting sektor prioritas dan dapat membawa dampak serta efek pada kesejahteraan masyarakat. Bappeda sebagai lembaga pemerintah yang straegis baik Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat merencanakan berbagai program dan kegiatan prioritas yang dapat dikerjasamakan antar daerah serta dapat memberikan warna pada peningkantan pembangunan baik secara kawasan terpadu sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Rabu, 24 Juli 2013
kota metropolitan
KOTA
METROPOLITAN
A.
Kajian
Literatur
Berdasarkan definisi, Ciri-ciri Metropolitan
ditunjukkan oleh beberapa aspek, antara lain besaran penduduk, kegiatan ekonomi, mobilitas aktivitas penduduk, dan struktur kawasan.
Besaran Penduduk, Besaran
jumlah penduduk menjadi aspek pertimbangan utama dalam menentukan definisi
suatu metropolitan. Namun, sejumlah pakar perkotaan menetapkan batas yang
berbeda-beda untuk penetapan jumlah minimal penduduk kawasan metropolitan.
Kegiatan Ekonomi, Kawasan
metropolitan merupakan kawasan perkotaan dengan spesialisasi fungi aktivitas
sosial ekonomi. Spesialisasi ekonomi tersebut merupakan sektor industri,
perdagangan dan jasa. Proses
spesialisasi di kawasan metropolitan terjadi karena selalu berkembangmya
teknologi produksi, distribusi, dan komunikasi (Angotti, 1993 dalam Winarso et
al, 2006). Kegiatan perdagangan dan jasa
merupakan sektor yang dominan berkembang di kawasan metropolitan. Kegiatan
ekonomi yang berlangsung di kawasan metropolitan bersifat heterogen dan
memiliki peran sebagai sentral/pusat kegiatan-kegiatan ekonomi dalam skala regional.
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi perkotaan merupakan faktor pendorong terjadinya metropolitan dan akan terus berpengaruh terhadap prospek metropolitan di masa depan. Kenyataannya, metropolitan dimana saja mengemban fungsi ekonomi nasional yang sangat berarti sumbangannya bagi seluruh negara. Metropolitan harus mampu menciptakan lapangan kerja dan tingkat pendapatan yang memadai bagi masyarakatnya untuk dapat bertahan dan bahkan menikmati kehidupan di dalam lingkungan metropolitan. Tingkatan pendapatan di metropolitan umumnya jauh melebihi kota dan daerah lain seta pedesaan, dan menjadi daya tarik metropolitan bagi arus penduduk yang mencari kerja dan kehidupan yang layak. Tentunya harus diperhitungkan bahwa tingkat pengeluaran masyarakat metropolitan pada umumnya juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kota dan daerah lainnya.
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi perkotaan merupakan faktor pendorong terjadinya metropolitan dan akan terus berpengaruh terhadap prospek metropolitan di masa depan. Kenyataannya, metropolitan dimana saja mengemban fungsi ekonomi nasional yang sangat berarti sumbangannya bagi seluruh negara. Metropolitan harus mampu menciptakan lapangan kerja dan tingkat pendapatan yang memadai bagi masyarakatnya untuk dapat bertahan dan bahkan menikmati kehidupan di dalam lingkungan metropolitan. Tingkatan pendapatan di metropolitan umumnya jauh melebihi kota dan daerah lain seta pedesaan, dan menjadi daya tarik metropolitan bagi arus penduduk yang mencari kerja dan kehidupan yang layak. Tentunya harus diperhitungkan bahwa tingkat pengeluaran masyarakat metropolitan pada umumnya juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kota dan daerah lainnya.
Mobilitas Aktifitas Penduduk, Salah
satu ciri kawasan metropolitan ditunjukkan dalam bentuk kemudahan mobilitas
yang menurut Angotti (1993) terlihat dalam 3 bentuk (Winarso et al, 2006),
yaitu:
1. Mobilitas pekerjaan
(Employment mobility), dicirikan dengan mudahnya orang berpindah tempat kerja
tanpa harus berpindah tempat tinggal karena banyaknya jenis dan variasi
pekerjaan yang tersedia.
2. Perumahan (Resdential
Mobility), terjadi sejalan dengan mobilitas tempat kerja.
3. Mobilitas Perjalanan
(Trip Mobility), terjadi karena mobilitas tempat kerja dan tempat tinggal.
Struktur Kawasan, Struktur
kawasan metropolitan terdiri dari dua jenis, yaitu kawasan metropolitan yang
hanya memiliki satu pusat (monocentric) dan kawasan metropolitan dengan lebih
dari satu pusat (polycentric) (Winarso, 2006). Kota-kota yang saling
berhubungan dalam satu kawasan metropolitan terutama memiliki ikatan secara
fungsi kegiatan ekonomi dan sosial dan tidak harus selalu berhubungan dalam
segi fisik melalui perwujudan kawasan terbangun (built-up area). Selain itu,
struktur kawasan metropolitan juga ditunjukkan oleh adanya sistem infrastruktur
yang saling menghubungkan antar area-area di dalam kawasannya sehingga secara
keseluruhan menjadi suatu kawasan permukiman dengan segala aktivitas
pendukungnya dalam skala yang besar dan luas.
Definsi kawasan metropolitan berdsarkan Undang-undang 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang, adalah sebagai kawasan perkotaan yang terdiri dari
sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti
dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki keterkaitan
fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah ang
terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya
1.000.000 (satu juta) jiwa.
Dari
uraian diatas disimpulkan :
1.
Perkotaan metropolitan dapat didefinisikan sebagai suatu kawasan
yang merupakan aglomerasi dari beberapa kota yang berdekatan dan terkait dalam
satu sistem kegiatan sosial ekonomi, termasuk prasarana dan sarana
penunjangnya, dengan satu kota utama berperan sebagai inti dan kota-kota
lainnya sebagai satelit.
2.
Secara demografis kota metropolitan berpenduduk besar (untuk
Indonesia diambil ukuran lebih besar dari 1 juta jiwa) dan mempunyai kepadatan
tinggi.
3.
Pada umumnya kota metropolitan juga menjadi pusat kegiatan ekonomi
seperti industri, jasa, dan finansial dan terkait dengan sekitarnya.
Keterkaitannya tercermin dari sistem jaringan infrastruktur dan hubungan sosial
ekonomi. Dengan demikian penataan yang
perlu dilakukan secara fungsional dan tidak dibatasi oleh batas administrasi
pemerintahan.
Dengan pendekatan
tersebut, maka yang termasuk sebagai Perkotaan Metropolitan di Indonesia antara
lain adalah:
1.
|
Medan
(Mebidangro)
|
2.
|
Semarang
(Kedungsepur)
|
3.
|
Palembang
|
4.
|
Surabaya
(Gerbangkertasusila)
|
5.
|
Jakarta
(Jabodetabek)
|
6.
|
Denpasar
(Sarbagita)
|
7.
|
Bandung
(Bandung Metropolitan Area)
|
8.
|
Makasar
(Minasamupata)
|
B. ISU DAN PERMASALAHAN KOTA METROPOLITAN
Kota metropolitan mempunyai permasalahan-permasalahan yang sangat kompleks
sebagai akibat dari arus migrasi dan kompleknya jenis kegiatan yang tumbuh.
Sementara itu kemampuan pemerintah dan masyarakat terbatas dalam penyedian
prasarana dan sarana perkotaan seperti : air bersih, jalan, dan sanitasi.
Secara umum, permasalahan yang dihadapi oleh perkotaan metropolitan adalah
sebagai berikut:
1. Perkembangan ekonomi yang relatif cepat tetapi, cenderung terkonsentrasi di
kota utama, sedangkan kota lainnya (satelit) kurang
berkembang, dalam artian tidak
cukup punya kemampuan untuk mengimbangi perkembangan yang
terjadi di kota utama;
2. Perkembangan kota yang cepat
disertai dengan tingginya urbanisasi yang kurang seimbang dengan
kemampuan penyediaan prasarana
mengakibatkan timbulnya daerah-daerah
kumuh;
3. Pengembangan infrastruktur jalan
belum dapat digunakan
untuk mengarahkan perkembangan kawasan-kawasan dan pusat-pusat permukiman
secara teratur untuk membentuk struktur kota. Hal ini mengakibatkan
in-efisiensi dalam kota;
4. Penataan ruang yang
belum konsisten, baik dari sisi
perencanaan, pembangunan, maupun pengendalian pembangunannya menyebabkan
masalah polusi air sungai dan air tanah;
ISU KEPENDUDUKAN
Isu kependudukan (demografi) merupakan isu yang
fokus terhadap komposisi dan pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh
komponen :
1. kelahiran (fertilitas),
2. kematian (mortalitas),
3. perkawinan,
4. migrasi,
5. mobilitas sosial.
Dengan
demikian, isu tentang kependudukan di suatu wilayah, merupakan isu yang fokus
pada perkembangan penduduk secara kuantitas yang tidak terlepas dari fitrah
utamanya, yaitu lahir, mati, dan melakukan perpindahan. Isu kependudukan ini
merupakan dasar perhitungan kuantitas penduduk pada suatu wilayah yang pada
akhirnya akan melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
Isu-isu kependudukan pada konteks kawasan metropolitan antara lain besarnya jumlah penduduk sehingga berimplikasi pada dinamika kependudukan yang relatif kompleks. Isu ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pertumbuhan penduduk ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas migrasi.
Kesulitan yang umumnya dihadapi dalam mengukur pertumbuhan penduduk metropolitan adalah adanya kerancuan antara penduduk metropolitan yang wilayahnya dibatasi secara fungsional perkotaan dengan wilayah yang dibatasi oleh wilayah administrasi. Wilayah administratif perkotaan biasanya sudah jenuh dan tidak lagi memiliki lahan dan sumberdaya untuk mendukung pertambahan penduduk, sehingga pertambahan penduduknya cenderung nol bahkan berkurang. Pertambahan penduduk secara cepat lebih banyak terjadi di daerah sekitar metropolitan sehingga pertumbuhan penduduk yang terjadi adalah di dalam metropolitan yang mencakup daerah administratif di sekitarnya.
Isu-isu kependudukan pada konteks kawasan metropolitan antara lain besarnya jumlah penduduk sehingga berimplikasi pada dinamika kependudukan yang relatif kompleks. Isu ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pertumbuhan penduduk ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas migrasi.
Kesulitan yang umumnya dihadapi dalam mengukur pertumbuhan penduduk metropolitan adalah adanya kerancuan antara penduduk metropolitan yang wilayahnya dibatasi secara fungsional perkotaan dengan wilayah yang dibatasi oleh wilayah administrasi. Wilayah administratif perkotaan biasanya sudah jenuh dan tidak lagi memiliki lahan dan sumberdaya untuk mendukung pertambahan penduduk, sehingga pertambahan penduduknya cenderung nol bahkan berkurang. Pertambahan penduduk secara cepat lebih banyak terjadi di daerah sekitar metropolitan sehingga pertumbuhan penduduk yang terjadi adalah di dalam metropolitan yang mencakup daerah administratif di sekitarnya.
Pembangunan
ekonomi metropolitan memiliki dua dimensi, yaitu nasional dan lokal. Dalam
dimensi nasionalnya, sumbangan dan peran ekonomi metropolitan harus
diperhitungkan dalam pembangunan ekonomi perkotaan secara keseluruhan dan
pembangunan ekonomi nasional. Para pemegang otoritas ekonomi dan keuangan
seringkali terpaku pada indikator-indikator makro ekonomi, seperti pendapatan
domestik bruto, laju inflasi, tingkat investasi, cadangan devisa dan nilai
tukar rupiah, dan ukuran-ukuran makro lainnya, dan masih kurang memperhitungkan
peran ekonomi lokal seperti pembangunan perkotaan dan metropolitan. Dimensi
spasial dan lokal dari pembangunan ekonomi akan lebih mendekatkan lagi makna
dari kemajuan pertumbuhan ekonomi dari segi wujudnya dalam menciptakan lapangan
pekerjaan, meningkatkan pendapatan keluarga, meningkatkan kemampuan konsumsi,
meningkatkan daya beli terhadap pelayanan umum, dan akhirnya menciptakan mutu kehidupan perkotaan dan metropolitan yang
ingin dicapai. Dalam era desentralisasi, pembangunan ekonomi lokal di perkotaan
dan metropolitan akan memberikan arti pula dalam wujud peran pemerintah daerah
yang melampaui dari sekedar membelanjakan anggaran publik untuk membangun
berbagai prasarana dan sarana pelayanan umum. Dalam konteks pembangunan ekonomi
perkotaan, pemerintah daerah akan berparan sebagai manajer yang harus mampu
mengelola dan memberdayakan semua sumber daya yang dimiliki suatu daerah untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil melalui pemberdayaan ekonomi
dan keuangannya.
Isu ketenagakerjaan pada konteks kawasan metropolitan terdiri dari beberapa komponen, antara lain besaran penduduk yang memiliki minat untuk melakukan aktivitas ekonomi serta sektor-sektor ekonomi utama yang menyerap tenaga kerja di kawasan metropolitan.
Isu lain yang
terjadi di metropolitan adalah adanya kesenjangan antara kelompok berdasarkan
tingkatan ekonomi dan pendapatan.
Persoalan dan
tantangan sosial budaya dalam konteks metropolitan menyangkut dimensi manusia,
mulai dari yang bersifat individu dalam berbagai bentuk kelompok (etnis, agama,
ras, dan sebagainya) sampai pada konteks masyarakat secara keseluruhan.
Persoalan yang sering dihadapi adalah terjadinya konflik, kesenjangan, dan
ketimpangan sosial yang bersifat antar kelompok, antar kawasan, dan antar
lapisan dalam masyarakat yang jika tidak dikelola dengan baik dapat menjurus ke
arah degradasi sosial.
Isu sosial
pada kawasan metropolitan juga dapat dipandang dari sudut pembangunan
berkelanjutan. Keberlanjutan sosial meliputi komponen kemampuan penduduk yang
terdiri dari pendidikan, kesehatan, dan pelatihan ketrampilan. Isu-isu
sosial utama pada kawasan metropolitan Indonesia adalah terkait kualitas
penduduk yang dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia yang ada.
Selain itu, kemiskinan perkotaan yang masih kerap menaungi sebagian besar
kelompok sosial yang lemah juga menjadi isu tersendiri yang merupakan bagian dari
isu kependudukan, ekonomi, dan sosial. Fenomena kemiskinan ini dapat ditinjau
lebih jauh berdasarkan informasi data kemiskinan pada kawasan meropolitan.
Salah satu dampak dari kemiskinan perkotaan yang muncul di kawasan metropolitan adalah adanya permukiman kumuh, disebabkan tidak tertampungnya warga pendatang dengan latar belakang pendidikan mereka yang berbeda dan pekerjaan yang mereka miliki umumnya berada di sektor informal. Meskipun berbagai solusi telah diciptakan oleh pemerintah, misalnya dengan penyediaan rusunawa/ rusunami (rumah susun sederhana sewa/ rumah susun sederhana milik), namun kemiskinan yang terjadi di metropolitan adalah sebuah permasalahan kompleks yang perlu melibatkan penanganan dari pihak-pihak yang terkait.
C. STRATEGI PENGEMBANGAN PERKOTAAN
METROPOLITAN
Berdasarkan visi-misi serta Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perkotaan,
maka kebijakan dan strategi pengembangan Perkotaan Metropolitan (PEKANBARU)
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemampuan daerah dalam pengelolaan
pengembangan kota yang sesuai dengan kondisi lokal dan saling bekerjasama
dengan kota-kota disekitarnya dalam pengembangan infrastruktur dan penataan
lingkungan dalam mendukung perkembangan ekonomi kota;
2. Meningkatkan peran dunia usaha dan daya saing kota melalui penciptaan iklim
yang kondisif bagi pengembangan infrastruktur kota dan ekonomi perkotaan dan
wilayah;
3. Mendorong penataan kawasan untuk revitalisasi dan kelestarian lingkungan
dan budaya;
4. Mendorong pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengembangan perkotaan yang
berkelanjutan;
5. Mendorong pengembangan perkotaan yang saling memperkuat dan seimbang;
D. PRIORITAS
PENANGANAN KE DEPAN
1. Pengembangan prasarana jalan-jalan arteri dan sanitasi utama untuk
mewujudkan “struktur kota metropolitan yang baik” sehingga terdapat hubungan
hierarkis pusat pelayanan dalam kawasan metropolitan, ketertiban pemanfaatan
lahan kawasan-kawasan (lindung, kegiatan usaha, dan permukiman) dan jaringan
infrastruktur yang dapat melayani masyarakat secara efisien;
2. Mendorong perkembangan sektor-sektor strategis/kawasan untuk meningkatkan
daya saing kota, termasuk kawasan-kawasan bersejarah atau bernilai budaya;
3. Pengembangan ekonomi kota dengan mendorong kemampuan kota dalam manajemen
pengembangan dan pengelolaan infrastruktur dengan melibatkan peran serta
masyarakat dan dunia usaha;
4. Mendorong kerjasama antar kota/kabupaten
untuk mewujudkan tata ruang wilayah metropolitan yang konsisten, serta sistem
jaringan infrastruktur yang sinergis;
E. BEBERAPA
KRITERIA UTAMA / PENDUKUNG UTAMA METROPOLITAN
Beberapa kriteria utama
atau pendukung utama bagi sebuah kota bisa dikatakan metropolitan yakni taman,
tangkapan air, udara, jalan, air minum, dan angkutan umum.
1. Luas taman sebuah kota metropolitan
setidaknya 20 persen dari luas kotanya Jika Pekanbaru memiliki luas 621
kilometer persegi maka tamannya harus 125 kilometer persegi;
2. Tangkapan air kota metropolitan yang terdiri atas sungai, drainase, dan
waduk harus mampu menampung air hujan atau luapan dari hulu sungai agar tidak
menggenangi jalan atau permukiman penduduk;
3.
Udara sebuah kota metropolitan harus
dikontrol secara ketat oleh pemerintah dari dampak polusi yang dihasilkan industri
dan kendaraan bermotor. Disinilah pentingnya menjalankan uji emisi kendaraan
bermotor dan pengaturan lokasi industri;
4. Dari sisi jalan, sebuah kota metropolitan harus memiliki luas jalan umum
sedikitnya 10 persen dari luas kotanya. Atau secara kualitatif jalannya
sebanding dengan jumlah kendaraan bermotor dan aktivitas penduduknya. Jalan ini
tentunya berkaitan dengan angkutan umum massal. Sebuah kota dikatakan
metropolitan bila di situ terdapat jaringan jumlah angkutan umum yang memadai;
5. Penduduk yang tinggal di sebuah kota
metropolitan juga harus memiliki hunian layak. Artinya setiap satu hektar
dihuni tidak lebih dari 100 orang. Pekanbaru
yang luasnya 621 kilometer persegi seharusnya dihuni tidak lebih dari 6 juta jiwa
manusia nantinya;
F. METROPOLITAN YANG MADANI
Seperti yang disampaikan oleh Walikota bahwasanya yang
dimaksud dengan madani adalah merupakan “ruh” dari kota Pekanbaru yang
metropolitan (nantinya) yang artinya adalah tatanan kehidupan dari masyarakatnya.
Masyarakat madani merupakan sebuah tatanan kehidupan
masyarakat yang demokratis, pluralis, transparan dan partisipatif.
Niat baik membangun masyarakat madani tidak cukup dan
sulit terealisir jika masyarakat tidak mempersiapkan diri dengan matang dan
sabar. Adalah mustahil untuk menegakkan sebuah pluralis yang berakar dari
kesamaan dan persaudaraan sejati jika penghormatan pada martabat dan nilai
kemanusiaan masih jauh di depan mata.
Intinya membangun sebuah masyarakat madani memerlukan
komitmen bersama semua pihak.
Berikut ini ada beberapa pengertian
masyarakat madani menurut para ahli :
a. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma,
nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab,
iman dan ilmu;
b. Menurut Syamsudin
Haris, masyarakat madani adalah suatu lingkup interaksi sosial yang berada di
luar pengaruh negara dan model yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling
akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai
bentuk lingkungan komunikasi antar warga masyarakat;
c. Menurut Nurcholis
Madjid, masyarakat madani adalah masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam
yang pernah dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau
masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain : egaliteran (kesederajatan),
menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah;
d. Menurut Ernest Gellner, Civil Society atau
Masyarakat Madani merujuk pada mayarakat yang terdiri atas berbagai institusi
non pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi Negara;
e. Menurut Cohen dan
Arato, Civil Society atau Masyarakat Madani adalah suatu wilayah
interaksi sosial diantara wilayah ekonomi, politik dan Negara yang didalamnya
mencakup semua kelompok-kelompok sosial yang bekerjasama membangun
ikatan-ikatan sosial diluar lembaga resmi, menggalang solidaritas kemanusiaan,
dan mengejar kebaikan bersama (public good);
f. Menurut Muhammad AS
Hikam, Civil Society atau Masyarakat Madani adalah wilayah-wilayah
kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan
(voluntary), keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing), dan
kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan
norma-norma dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya;
g. Menurut M. Ryaas
Rasyid, Civil Society atau Masyarakat Madani adalah suatu gagasan
masyarakat yang mandiri yang dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang
produktif dari kelompok-kelompok sosial yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan,
serta lembaga-lembaga yang saling berhadapan dengan negar;.
.
G.
CIRI – CIRI MASYARAKAT MADANI
a. Menjunjung tinggi
nilai, norma, dan hukum yang ditopang oleh iman dan teknologi.
- Mempunyai peradaban yang tinggi ( beradab ).
- Mengedepankan kesederajatan dan transparasi (
keterbukaan ).
- Free public sphere (ruang publik yang bebas), Ruang
publik yang diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga
negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, masyarakat
berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul serta mempublikasikan pendapat, berserikat,
berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.
- Demokratisasi, masyarakat sosial berkaitan dengan
wacana kritik rasional masyarakat yang secara ekspisit mensyaratkan
tumbuhnya demokrasi., dalam kerangka ini hanya negara demokratis yang
mampu menjamin masyarakat madani. Demokratisasi dapat terwujud melalui
penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi : 1) Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) 2) Pers yang bebas 3) Supremasi hokum 4) Perguruan Tinggi
5) Partai politik
- Toleransi, adalah kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda. Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok masyarakat yang lain yang berbeda.
- Pluralisme, adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap tulus bahwa masyarakat itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat tuhan.
- Keadilan Sosial (Social justice), adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak dan kewajiban setiap warga dan negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
- Partisipasi sosial, yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik bagi terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi apabila tersedia iklim yang memunkinkan otonomi individu terjaga.
- Supermasi hukum, Penghargaan terhadap supermasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan, keadilan harus diposisikan secara netral, artinya tidak ada pengecualian untuk memperoleh kebenaran di atas hukum.
Pekanbaru, Juli 2013
Senin, 27 Februari 2012
Minggu, 22 Januari 2012
Senin, 16 Januari 2012
Rabu, 11 Januari 2012
Mengapa Harus Rusuh
Semua orang berhak untuk menyuarakan aspirasinya, walaupun melalui aksi unjuk rasa. Tetapi pada saat sekarang aksi unjuk rasa sering berujung pada kerusuhan. Kondisi ini bisa tidak terjadi apabila memanfaatkan jalan mediasi dan komunikasi.
Bila unjuk rasa sudah disusupi oleh provokator maka potensi kerusuhan akan semakin besar terjadi di lapangan.
Seharusnya aspirasi harus bisa disampaikan secara positif atau duduk bersama layaknya sebuah forum dengan arti kata aspirasi disampaikan secara santun.
Masalahnya sering sekali aspirasi yang disampaikan secara "santun" tersebut hanya menjadi bahan "arsip/dokumen" yang tidak pernah ditindak lanjuti ....
APAKAH BETUL DEMIKIAN ........?
Langganan:
Postingan (Atom)