Rabu, 14 November 2018

Selasa, 14 Oktober 2014

KERJASAMA ANTAR DAERAH

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 195 dan pasal 196 dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penyediaan pelayanan publik, daerah dapat mengembangkan kerja sama dengan daerah lain atau kerja sama dengan pihak ketiga dan kerja sama luar negeri yang dilandasi dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan yang dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama para pihak. Disamping hal tersebut merupakan pelaksanaan urusan pemerintahan yang mempunyai dampak lintas daerah untuk menciptakan efisiensi pengelolaan pelayanan publik secara bersama dengan daerah lain untuk kepentingan masyarakat agar pelayanan publik dapat berjalan optimal maka dibutuhkan kerja sama daerah dengan berasaskan dan dalam mengembangkan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Adapun asas-asas dalam kerja sama daerah itu meliputi: 

 1. Para Pihak harus mempertimbangkan nilai etika dan moral yang ada dalam kehidupan
     masyarakat,sehingga kerja sama yang dilakukan maupun akibat kerja sama tidak bertentangan
     dengan norma-norma yang ada.
 2. Harus mempertimbangkan nilai efisiensi yaitu bagaimana menekan biaya guna memperoleh suatu
     hasil tertentu, atau bagaimana menggunakan biaya yang sama tetapi dapat mencapai hasil yang
     maskimal. 
3.  Mempertimbangkan nilai efektivitas, yaitu mendorong pemanfaatan sumber daya secara optimal
     dan bertanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat.
 4. Sinergi merupakan upaya untuk terwujudnya harmoni antara pemerintah, masyarakat dan swasta
     untuk melakukan kerja sama demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
 5. Saling menguntungkan dengan pelaksanaan kerja sama harus dapat memberikan keuntungan bagi
     masing-masing pihak dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. 
6.  Kesepakatan bersama adalah persetujuan para pihak untuk melakukan kerja sama.
7.  Itikad baik adalah kemauan para pihak untuk secara sungguh-sungguh melaksanakan kerja sama. 8.  Mengutamakan kepentingan nasional keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
     adalah seluruh pelaksanaan kerja sama daerah harus dapat memberikan dampak positif terhadap
     upaya mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan masyarakat dan memperkokoh Negara Kesatuan
     Republik Indonesia.
 9. Persamaan kedudukan bahwa persamaan dalam kesederajatan dan kedudukan hukum bagi para
     pihak yang melakukan kerja sama daerah

Program dan kegiatan yang akan dikerjasamakan harus fokus, efisien dan efektif tidak perlu terlalu banyak, yang penting sektor prioritas dan dapat membawa dampak serta efek pada kesejahteraan masyarakat. Bappeda sebagai lembaga pemerintah yang straegis baik Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat merencanakan berbagai program dan kegiatan prioritas yang dapat dikerjasamakan antar daerah serta dapat memberikan warna pada peningkantan pembangunan baik secara kawasan terpadu sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Rabu, 24 Juli 2013

kota metropolitan

KOTA METROPOLITAN

A.    Kajian Literatur
Berdasarkan definisi, Ciri-ciri Metropolitan ditunjukkan oleh beberapa aspek, antara lain besaran pendudukkegiatan ekonomimobilitas aktivitas penduduk, dan struktur kawasan.
Besaran Penduduk, Besaran jumlah penduduk menjadi aspek pertimbangan utama dalam menentukan definisi suatu metropolitan. Namun, sejumlah pakar perkotaan menetapkan batas yang berbeda-beda untuk penetapan jumlah minimal penduduk kawasan metropolitan.
Kegiatan Ekonomi, Kawasan metropolitan merupakan kawasan perkotaan dengan spesialisasi fungi aktivitas sosial ekonomi. Spesialisasi ekonomi tersebut merupakan sektor industri, perdagangan  dan jasa. Proses spesialisasi di kawasan metropolitan terjadi karena selalu berkembangmya teknologi produksi, distribusi, dan komunikasi (Angotti, 1993 dalam Winarso et al, 2006). Kegiatan perdagangan  dan jasa merupakan sektor yang dominan berkembang di kawasan metropolitan. Kegiatan ekonomi yang berlangsung di kawasan metropolitan bersifat heterogen dan memiliki peran sebagai sentral/pusat kegiatan-kegiatan ekonomi dalam skala regional.

Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi perkotaan merupakan faktor pendorong terjadinya metropolitan dan akan terus berpengaruh terhadap prospek metropolitan di masa depan. Kenyataannya, metropolitan dimana saja mengemban fungsi ekonomi nasional yang sangat berarti sumbangannya bagi seluruh negara. Metropolitan harus mampu menciptakan lapangan kerja dan tingkat pendapatan yang memadai bagi masyarakatnya untuk dapat bertahan dan bahkan menikmati kehidupan di dalam lingkungan metropolitan. Tingkatan pendapatan di metropolitan umumnya jauh melebihi kota dan daerah lain seta pedesaan, dan menjadi daya tarik metropolitan bagi arus penduduk yang mencari kerja dan kehidupan yang layak. Tentunya harus diperhitungkan bahwa tingkat pengeluaran masyarakat metropolitan pada umumnya juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kota dan daerah lainnya.
Mobilitas Aktifitas Penduduk, Salah satu ciri kawasan metropolitan ditunjukkan dalam bentuk kemudahan mobilitas yang menurut Angotti (1993) terlihat dalam 3 bentuk (Winarso et al, 2006), yaitu:
1. Mobilitas pekerjaan (Employment mobility), dicirikan dengan mudahnya orang berpindah tempat kerja tanpa harus berpindah tempat tinggal karena banyaknya jenis dan variasi pekerjaan yang tersedia.
2.  Perumahan (Resdential Mobility), terjadi sejalan dengan mobilitas tempat kerja.
3.  Mobilitas Perjalanan (Trip Mobility), terjadi karena mobilitas tempat kerja dan tempat tinggal.

Struktur Kawasan,  Struktur kawasan metropolitan terdiri dari dua jenis, yaitu kawasan metropolitan yang hanya memiliki satu pusat (monocentric) dan kawasan metropolitan dengan lebih dari satu pusat (polycentric) (Winarso, 2006). Kota-kota yang saling berhubungan dalam satu kawasan metropolitan terutama memiliki ikatan secara fungsi kegiatan ekonomi dan sosial dan tidak harus selalu berhubungan dalam segi fisik melalui perwujudan kawasan terbangun (built-up area). Selain itu, struktur kawasan metropolitan juga ditunjukkan oleh adanya sistem infrastruktur yang saling menghubungkan antar area-area di dalam kawasannya sehingga secara keseluruhan menjadi suatu kawasan permukiman dengan segala aktivitas pendukungnya dalam skala yang besar dan luas.

Definsi kawasan metropolitan berdsarkan Undang-undang 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, adalah sebagai kawasan perkotaan yang terdiri dari sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah ang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.


Dari uraian diatas disimpulkan :
1.  Perkotaan metropolitan dapat didefinisikan sebagai suatu kawasan yang merupakan aglomerasi dari beberapa kota yang berdekatan dan terkait dalam satu sistem kegiatan sosial ekonomi, termasuk prasarana dan sarana penunjangnya, dengan satu kota utama berperan sebagai inti dan kota-kota lainnya sebagai satelit.
2.  Secara demografis kota metropolitan berpenduduk besar (untuk Indonesia diambil ukuran lebih besar dari 1 juta jiwa) dan mempunyai kepadatan tinggi.
3.  Pada umumnya kota metropolitan juga menjadi pusat kegiatan ekonomi seperti industri, jasa, dan finansial dan terkait dengan sekitarnya. Keterkaitannya tercermin dari sistem jaringan infrastruktur dan hubungan sosial ekonomi. Dengan demikian penataan yang perlu dilakukan secara fungsional dan tidak dibatasi oleh batas administrasi pemerintahan.

Dengan pendekatan tersebut, maka yang termasuk sebagai Perkotaan Metropolitan di Indonesia antara lain adalah:

1.
Medan (Mebidangro)
2.
Semarang (Kedungsepur)
3.
Palembang
4.
Surabaya (Gerbangkertasusila)
5.
Jakarta (Jabodetabek)
6.
Denpasar (Sarbagita)
7.
Bandung (Bandung Metropolitan Area)
8.
Makasar (Minasamupata)

B.   ISU DAN PERMASALAHAN KOTA METROPOLITAN

Kota metropolitan mempunyai permasalahan-permasalahan yang sangat kompleks sebagai akibat dari arus migrasi dan kompleknya jenis kegiatan yang tumbuh. Sementara itu kemampuan pemerintah dan masyarakat terbatas dalam penyedian prasarana dan sarana perkotaan seperti : air bersih, jalan, dan sanitasi. Secara umum, permasalahan yang dihadapi oleh perkotaan metropolitan adalah sebagai berikut:

1.   Perkembangan ekonomi yang relatif cepat tetapi, cenderung terkonsentrasi di kota utama, sedangkan  kota  lainnya (satelit)  kurang  berkembang, dalam  artian tidak cukup  punya  kemampuan untuk mengimbangi perkembangan yang terjadi di kota utama;
2.  Perkembangan  kota  yang cepat  disertai  dengan tingginya   urbanisasi yang kurang seimbang  dengan  kemampuan  penyediaan  prasarana  mengakibatkan  timbulnya daerah-daerah kumuh;
3.  Pengembangan  infrastruktur  jalan   belum  dapat  digunakan  untuk   mengarahkan perkembangan  kawasan-kawasan dan pusat-pusat permukiman secara teratur untuk membentuk struktur kota. Hal ini mengakibatkan in-efisiensi dalam kota;
4.  Penataan  ruang  yang  belum konsisten, baik  dari  sisi  perencanaan, pembangunan, maupun pengendalian pembangunannya menyebabkan masalah polusi air sungai dan air tanah;




ISU KEPENDUDUKAN
Isu kependudukan (demografi) merupakan isu yang fokus terhadap komposisi dan pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh komponen :
1.     kelahiran (fertilitas),
2.     kematian (mortalitas),
3.     perkawinan,
4.     migrasi,
5.     mobilitas sosial.
Dengan demikian, isu tentang kependudukan di suatu wilayah, merupakan isu yang fokus pada perkembangan penduduk secara kuantitas yang tidak terlepas dari fitrah utamanya, yaitu lahir, mati, dan melakukan perpindahan. Isu kependudukan ini merupakan dasar perhitungan kuantitas penduduk pada suatu wilayah yang pada akhirnya akan melakukan aktivitas ekonomi dan sosial. 

Isu-isu kependudukan pada konteks kawasan metropolitan antara lain besarnya jumlah penduduk sehingga berimplikasi pada dinamika kependudukan yang relatif kompleks. Isu ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pertumbuhan penduduk ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas migrasi.
Kesulitan yang umumnya dihadapi dalam mengukur pertumbuhan penduduk metropolitan adalah adanya kerancuan antara penduduk metropolitan yang wilayahnya dibatasi secara fungsional perkotaan dengan wilayah yang dibatasi oleh wilayah administrasi. Wilayah administratif perkotaan biasanya sudah jenuh dan tidak lagi memiliki lahan dan sumberdaya untuk mendukung pertambahan penduduk, sehingga pertambahan penduduknya cenderung nol bahkan berkurang. Pertambahan penduduk secara cepat lebih banyak terjadi di daerah sekitar metropolitan sehingga pertumbuhan penduduk yang terjadi adalah di dalam metropolitan yang mencakup daerah administratif di sekitarnya.

ISU EKONOMI
Pembangunan ekonomi metropolitan memiliki dua dimensi, yaitu nasional dan lokal. Dalam dimensi nasionalnya, sumbangan dan peran ekonomi metropolitan harus diperhitungkan dalam pembangunan ekonomi perkotaan secara keseluruhan dan pembangunan ekonomi nasional. Para pemegang otoritas ekonomi dan keuangan seringkali terpaku pada indikator-indikator makro ekonomi, seperti pendapatan domestik bruto, laju inflasi, tingkat investasi, cadangan devisa dan nilai tukar rupiah, dan ukuran-ukuran makro lainnya, dan masih kurang memperhitungkan peran ekonomi lokal seperti pembangunan perkotaan dan metropolitan. Dimensi spasial dan lokal dari pembangunan ekonomi akan lebih mendekatkan lagi makna dari kemajuan pertumbuhan ekonomi dari segi wujudnya dalam menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan keluarga, meningkatkan kemampuan konsumsi, meningkatkan daya beli terhadap pelayanan umum, dan akhirnya menciptakan mutu kehidupan perkotaan dan metropolitan yang ingin dicapai. Dalam era desentralisasi, pembangunan ekonomi lokal di perkotaan dan metropolitan akan memberikan arti pula dalam wujud peran pemerintah daerah yang melampaui dari sekedar membelanjakan anggaran publik untuk membangun berbagai prasarana dan sarana pelayanan umum. Dalam konteks pembangunan ekonomi perkotaan, pemerintah daerah akan berparan sebagai manajer yang harus mampu mengelola dan memberdayakan semua sumber daya yang dimiliki suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil melalui pemberdayaan ekonomi dan keuangannya.

Isu ketenagakerjaan pada konteks kawasan metropolitan terdiri dari beberapa komponen, antara lain besaran penduduk yang memiliki minat untuk melakukan aktivitas ekonomi serta sektor-sektor ekonomi utama yang menyerap tenaga kerja di kawasan metropolitan.
Isu lain yang terjadi di metropolitan adalah adanya kesenjangan antara kelompok berdasarkan tingkatan ekonomi dan pendapatan.

ISU SOSIAL
Persoalan dan tantangan sosial budaya dalam konteks metropolitan menyangkut dimensi manusia, mulai dari yang bersifat individu dalam berbagai bentuk kelompok (etnis, agama, ras, dan sebagainya) sampai pada konteks masyarakat secara keseluruhan. Persoalan yang sering dihadapi adalah terjadinya konflik, kesenjangan, dan ketimpangan sosial yang bersifat antar kelompok, antar kawasan, dan antar lapisan dalam masyarakat yang jika tidak dikelola dengan baik dapat menjurus ke arah degradasi sosial.
Isu sosial pada kawasan metropolitan juga dapat dipandang dari sudut pembangunan berkelanjutan. Keberlanjutan sosial meliputi komponen kemampuan penduduk yang terdiri dari pendidikan, kesehatan, dan pelatihan ketrampilan. Isu-isu sosial utama pada kawasan metropolitan Indonesia adalah terkait kualitas penduduk yang dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia yang ada. Selain itu, kemiskinan perkotaan yang masih kerap menaungi sebagian besar kelompok sosial yang lemah juga menjadi isu tersendiri yang merupakan bagian dari isu kependudukan, ekonomi, dan sosial. Fenomena kemiskinan ini dapat ditinjau lebih jauh berdasarkan informasi data kemiskinan pada kawasan meropolitan.

Salah satu dampak dari kemiskinan perkotaan yang muncul di kawasan metropolitan adalah adanya permukiman kumuh, disebabkan tidak tertampungnya warga pendatang dengan latar belakang pendidikan mereka yang berbeda dan pekerjaan yang mereka miliki umumnya berada di sektor informal. Meskipun berbagai solusi telah diciptakan oleh pemerintah, misalnya dengan penyediaan rusunawa/ rusunami (rumah susun sederhana sewa/ rumah susun sederhana milik), namun kemiskinan yang terjadi di metropolitan adalah sebuah permasalahan kompleks yang perlu melibatkan penanganan dari pihak-pihak yang terkait.
   
C.   STRATEGI PENGEMBANGAN PERKOTAAN METROPOLITAN
Berdasarkan  visi-misi serta  Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perkotaan, maka kebijakan dan strategi pengembangan Perkotaan Metropolitan (PEKANBARU) adalah sebagai berikut: 

1.  Meningkatkan kemampuan daerah dalam pengelolaan pengembangan kota yang sesuai dengan kondisi lokal dan saling bekerjasama dengan kota-kota disekitarnya dalam pengembangan infrastruktur dan penataan lingkungan dalam mendukung perkembangan ekonomi kota;
2.    Meningkatkan peran dunia usaha dan daya saing kota melalui penciptaan iklim yang kondisif bagi pengembangan infrastruktur kota dan ekonomi perkotaan dan wilayah;
3.    Mendorong penataan kawasan untuk revitalisasi dan kelestarian lingkungan dan budaya;
4. Mendorong pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengembangan perkotaan yang berkelanjutan;
5.    Mendorong pengembangan perkotaan yang saling memperkuat dan seimbang;

D.   PRIORITAS PENANGANAN KE DEPAN 

1.    Pengembangan prasarana jalan-jalan arteri dan sanitasi utama untuk mewujudkan “struktur kota metropolitan yang baik” sehingga terdapat hubungan hierarkis pusat pelayanan dalam kawasan metropolitan, ketertiban pemanfaatan lahan kawasan-kawasan (lindung, kegiatan usaha, dan permukiman) dan jaringan infrastruktur yang dapat melayani masyarakat secara efisien;
2.    Mendorong perkembangan sektor-sektor strategis/kawasan untuk meningkatkan daya saing kota, termasuk kawasan-kawasan bersejarah atau bernilai budaya;
3.  Pengembangan ekonomi kota dengan mendorong kemampuan kota dalam manajemen pengembangan dan pengelolaan infrastruktur dengan melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha;
4. Mendorong kerjasama antar kota/kabupaten untuk mewujudkan tata ruang wilayah metropolitan yang konsisten, serta sistem jaringan infrastruktur yang sinergis;

E.   BEBERAPA KRITERIA UTAMA / PENDUKUNG UTAMA METROPOLITAN
Beberapa kriteria utama atau pendukung utama bagi sebuah kota bisa dikatakan metropolitan yakni taman, tangkapan air, udara, jalan, air minum, dan angkutan umum.
1.   Luas taman sebuah kota metropolitan setidaknya 20 persen dari luas kotanya Jika Pekanbaru memiliki luas 621 kilometer persegi maka tamannya harus 125 kilometer persegi;
2. Tangkapan air kota metropolitan yang terdiri atas sungai, drainase, dan waduk harus mampu menampung air hujan atau luapan dari hulu sungai agar tidak menggenangi jalan atau permukiman penduduk;
3.    Udara sebuah kota metropolitan harus dikontrol secara ketat oleh pemerintah dari dampak polusi yang dihasilkan industri dan kendaraan bermotor. Disinilah pentingnya menjalankan uji emisi kendaraan bermotor dan pengaturan lokasi industri;
4.  Dari sisi jalan, sebuah kota metropolitan harus memiliki luas jalan umum sedikitnya 10 persen dari luas kotanya. Atau secara kualitatif jalannya sebanding dengan jumlah kendaraan bermotor dan aktivitas penduduknya. Jalan ini tentunya berkaitan dengan angkutan umum massal. Sebuah kota dikatakan metropolitan bila di situ terdapat jaringan  jumlah angkutan umum yang memadai; 
5.  Penduduk yang tinggal di sebuah kota metropolitan juga harus memiliki hunian layak. Artinya setiap satu hektar dihuni tidak lebih dari 100 orang. Pekanbaru  yang luasnya 621 kilometer persegi  seharusnya dihuni tidak lebih dari 6 juta jiwa manusia nantinya;

F.    METROPOLITAN YANG MADANI

Seperti yang disampaikan oleh Walikota bahwasanya yang dimaksud dengan madani adalah merupakan “ruh” dari kota Pekanbaru yang metropolitan (nantinya) yang artinya adalah tatanan kehidupan dari  masyarakatnya.
Masyarakat madani merupakan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang demokratis, pluralis, transparan dan partisipatif.

Niat baik membangun masyarakat madani tidak cukup dan sulit terealisir jika masyarakat tidak mempersiapkan diri dengan matang dan sabar. Adalah mustahil untuk menegakkan sebuah pluralis yang berakar dari kesamaan dan persaudaraan sejati jika penghormatan pada martabat dan nilai kemanusiaan masih jauh di depan mata.
Intinya membangun sebuah masyarakat madani memerlukan komitmen bersama semua pihak.
Berikut ini ada beberapa pengertian masyarakat madani menurut para ahli :

a.   Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu;

b.  Menurut Syamsudin Haris, masyarakat madani adalah suatu lingkup interaksi sosial yang berada di luar pengaruh negara dan model yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi antar warga masyarakat;

c.    Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain : egaliteran (kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah;

d.  Menurut Ernest Gellner, Civil Society atau Masyarakat Madani merujuk pada mayarakat yang terdiri atas berbagai institusi non pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi Negara;

e.    Menurut Cohen dan Arato, Civil Society atau Masyarakat Madani adalah suatu wilayah interaksi sosial diantara wilayah ekonomi, politik dan Negara yang didalamnya mencakup semua kelompok-kelompok sosial yang bekerjasama membangun ikatan-ikatan sosial diluar lembaga resmi, menggalang solidaritas kemanusiaan, dan mengejar kebaikan bersama (public good);

f.   Menurut Muhammad AS Hikam, Civil Society atau Masyarakat Madani adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing), dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya;

g.  Menurut M. Ryaas Rasyid, Civil Society atau Masyarakat Madani adalah suatu gagasan masyarakat yang mandiri yang dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang produktif dari kelompok-kelompok sosial yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan, serta lembaga-lembaga yang saling berhadapan dengan negar;.
.
G.   CIRI – CIRI MASYARAKAT MADANI

    a. Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang oleh iman dan teknologi.

  1. Mempunyai peradaban yang tinggi ( beradab ).

  1. Mengedepankan kesederajatan dan transparasi ( keterbukaan ).
  2. Free public sphere (ruang publik yang bebas), Ruang publik yang diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, masyarakat berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.
  3. Demokratisasi, masyarakat sosial berkaitan dengan wacana kritik rasional masyarakat yang secara ekspisit mensyaratkan tumbuhnya demokrasi., dalam kerangka ini hanya negara demokratis yang mampu menjamin masyarakat madani. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi : 1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 2) Pers yang bebas 3) Supremasi hokum 4) Perguruan Tinggi 5) Partai politik
  4. Toleransi, adalah kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda. Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok masyarakat yang lain yang berbeda.
  5. Pluralisme, adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap tulus bahwa masyarakat itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat tuhan.
  6. Keadilan Sosial (Social justice), adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak dan kewajiban setiap warga dan negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
  7. Partisipasi sosial, yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik bagi terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi apabila tersedia iklim yang memunkinkan otonomi individu terjaga.
  8. Supermasi hukum, Penghargaan terhadap supermasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan, keadilan harus diposisikan secara netral, artinya tidak ada pengecualian untuk memperoleh kebenaran di atas hukum.

                                                                                      Pekanbaru, Juli 2013



Senin, 27 Februari 2012

Rabu, 11 Januari 2012

Mengapa Harus Rusuh

Semua orang berhak untuk menyuarakan aspirasinya, walaupun melalui aksi unjuk rasa. Tetapi pada saat sekarang aksi unjuk rasa sering berujung pada kerusuhan. Kondisi ini bisa tidak terjadi apabila memanfaatkan jalan mediasi dan komunikasi.
Bila unjuk rasa sudah disusupi oleh provokator maka potensi kerusuhan akan semakin besar terjadi di lapangan. 
Seharusnya aspirasi harus bisa disampaikan secara positif atau duduk  bersama layaknya sebuah forum dengan arti kata aspirasi disampaikan secara santun.
Masalahnya sering sekali aspirasi yang disampaikan secara "santun" tersebut hanya menjadi bahan "arsip/dokumen" yang tidak pernah ditindak lanjuti ....
APAKAH BETUL DEMIKIAN ........?